Lampungku39-Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena kaum milenial yang memutuskan pindah ke desa makin sering terlihat.
Di tengah derasnya arus urbanisasi, justru muncul pergerakan sebaliknya: generasi muda berpendidikan, yang dulunya berkarier di kota besar, kini mulai memilih pulang ke kampung atau menetap di desa yang sebelumnya asing bagi mereka.
Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi tren global, terutama sejak pandemi melanda. Dengan hadirnya sistem kerja fleksibel jarak jauh, banyak anak muda kini memiliki keleluasaan untuk bekerja dari lokasi manapun, termasuk desa.
Gaya hidup ini kerap dipandang sebagai cara melarikan diri dari tekanan hidup kota: kemacetan, stres kerja, biaya hidup yang tinggi, serta minimnya interaksi sosial yang hangat.
Di balik pilihan ini, tersimpan keresahan yang lebih mendalam: munculnya keraguan terhadap janji-janji kehidupan urban. Kota yang dulu dianggap sebagai simbol kesuksesan dan stabilitas, kini semakin sulit memberikan kedamaian dan makna hidup.
Tak sedikit milenial merasa lelah dengan ritme kota yang serba cepat, mahal, dan penuh persaingan.
Waktu habis di jalan karena macet, pekerjaan tak kenal batas, dan biaya kebutuhan yang terus naik, membuat mereka bertanya: apakah semua ini sepadan jika harus mengorbankan kesehatan mental, hubungan keluarga, dan ketenangan batin?
Dari kegelisahan inilah lahir keinginan untuk mundur sejenak dan mengejar kehidupan yang lebih sederhana, namun memiliki nilai dan arti.